Menikah sekantor, tetap bisa profesional?

Ini bakalan jadi topik hangat setidaknya selama beberapa hari ke depan, semenjak MK memutuskan untuk menggugurkan pasal yang mengatur tentang pernikahan sesama karyawan sekantor. Artinya, klausul tambahan yang dulu ada dan bersifat mengikat menjadi gugur dan perusahaan di Indonesia pun otomatis harus patuh kepada keputusan ini.

Buat Pengusaha tentu bukan hal yang mudah. Pihak HR pun tentunya akan kelimpungan untuk mengatur ini dalam aturan perusahaan. Mau diatur bagaimana lagi? Putusan MK jelas akan melindungi hak karyawan. Yang selalu menjadi kekhawatiran dari kacamata pengusaha atau perusahaan dan juga tentunya pihak HR adalah menjaga profesionalitas.

Jika pasangan suami isteri tersebut bekerja pada divisi atau departemen yang memiliki hubungan yang kecil, mungkin masih bisa dipahami. Misalnya, sang suami bekerja di bagian Programming atau IT sementara sang isteri di bagian General Affair. Hubungan kerjanya mungkin tidak terlalu banyak.

Terus terang, saya butuh beberapa menit barusan untuk memikirkan divisi atau departemen apa ya, yang hubungannya tidak terlalu erat? Karena pada dasarnya, struktur organisasi perusahaan yang moderen akan memiliki konektifitas yang erat. Sulit untuk memisahkan satu dengan yang lain.

Beberapa Head of HR yang saya tanyakan rata-rata menjawab susah untuk bisa tetap profesional, karena alasan emosional. Karena keragu-raguan ini, tentunya perusahaan akan cenderung menghindari masalah. Itulah sebabnya aturan larangan menikah sesama karyawan kantor menjadi aturan yang cukup ketat di kebanyakan perusahaan di Indonesia.

Saya sendiri melihat beberapa kasus dimana sang suami terpaksa mengundurkan diri atau sang isteri kemudian memutuskan menjadi ibu rumah tangga, padahal karir mereka sebenarnya berada di jalur yang baik.  Aturan larangan menikah ini sudah diperkenalkan sejak tahun 1970an, kemudian dengan keluarnya UU No. 13 tahun 2003, sebenarnya sudah diatur bahwa perusahaan tidak boleh mem-PHK karyawan yang menikah satu kantor, namun tetap ada klausul tambahan yang melindungi, “kecuali diatur dan disepakati dalam Peraturan Perusahaan.”  Nah, Perusahaan pun kemudian berlindung di balik klausul tambahan ini.  Dengan adanya putusan MK, klausul tambahan ini menjadi gugur.

Namun, kembali ke topik, dapatkan kita tetap profesional? Jangankan urusan pasangan.  Urusan perselingkuhan juga akan membuat orang menjadi tidak profesional.  Kalau yang ini saya alami sendiri di team lama saya. Pada sebuah team kecil, terjadi perselingkuhan antara atasan dan bawahan (ini klasik sih ya).

Saya sempat mencurigai hubungan tidak sehat ini, namun tidak memiliki bukti-bukti yang kuat untuk melakukan konfrontasi. Andaipun saya memiliki bukti yang kuat, terus terang, saya juga bingung sebenarnya waktu itu harus bagaimana?

Tapi akhirnya, perselingkuhan antara atasan dan bawahan ini semakin terlihat dan semakin tidak sehat karena keduanya semakin tidak profesional. Antara lain, menggunakan fasilitas kantor untuk melancarkan perselingkuhan mereka (menggunakan mobil kantor untuk cek-in misalnya), kunjungan klien yang tidak jelas hingga performance appraisal yang berat sebelah.  Akhirnya, mau gak mau saya intervensi. Cukup sudah. “Kamu atau dia yang keluar. Titik.” Tegas saya waktu itu yang dituruti oleh pihak atasan (sang pria).

Itu perselingkuhan. Bagaimana dengan suami isteri? Atau saya yang salah? Gimana pendapat Anda? Saya sih sampai sekarang akan mengatakan susah, karena saya termasuk kelompok suami takut isteri. Hehe.

(Dino)

One thought on “Menikah sekantor, tetap bisa profesional?

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.